Parfum Bagi Laki-Laki & Perempuan Dalam Islam


Masalah bau badan seringkali menjadi momok bagi banyak orang, tidak peduli laki-laki ataupun perempuan. Munculnya bau badan bisa menghilangkan rasa percaya diri sehingga tidak optimal dalam menjalankan aktivitas.

Salah satu solusi yang bisa digunakan untuk mengatasi bau badan adalah dengan menggunakan parfum.
Namun bagaimanakah hukum menggunakan parfum dalam Islam?
Adakah perbedaan hukum menggunakan parfum bagi laki-laki dan bagi perempuan?
Sebagai umat Islam kita tahu bahwa Islam mengatur segala aspek dalam kehidupan kita,
karena itu sudah sewajarnya jika kita berhati-hati dengan apapun yang kita lakukan atau gunakan pada diri kita. Jangan sampai apa yang kita lakukan atau gunakan bertentangan dengan apa yang sudah disyariatkan dalam agama Islam.

Yuk baca penjelasan berikut sampai akhir agar bisa memahami dengan lengkap ya.. :)

  • Parfum Bagi Laki-Laki

Laki-laki disunnahkan memakai wangi-wangian terutamanya ketika ke masjid, ketika hari Jum’at, dan ketika dua Hari Raya. Demikian pula ketika berada di majlis-majlis ilmu dan ketika hendak berhubungan dengan isterinya. Hal ini sebagaimana yang tertera pada dalil Al-Qur'an dan Hadits berikut..

Allah ta'ala berfirman :
“Wahai bani Adam, ambillah pakaian dan perhiasan kalian pada setiap memasuki masjid.”
(Surah Al-A’raaf, 7: 31)

Rasulullah bersabda:
حبب إليّ من الدنيا: النساء والطيب وجعل قرة عيني في الصلاة

“Aku dikarunia rasa cinta dari dunia kalian: wanita dan wangi-wangian dan dijadikan shalat sebagai penyejuk mataku (HR. An Nasa’i no. 3879 dan Ahmad no. 11845).

Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan. HSR Muslim (no. 91).
Demikian juga Rasulullah mengajarkan kepada umatnya untuk mencintai kebersihan, keindahan, kerapian, dan wangi-wangian.

Dari hadits Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Mandi pada hari Jum’at adalah wajib bagi setiap yang telah baligh.
Dan hendaklah dia membersihkan giginya (bersiwak) dan mengenakan wangi-wangian jika dia miliki.” (Shahih Al-Bukhari, no. 880)

Berkata Naafi’: “Bahwa Ibnu ‘Umar, beliau mandi pada (pagi) hari ‘Ied seperti mandi janabah, kemudian beliau menyapu wangi-wangian jika ada padanya, dan beliau mengenakan pakaianya yang terbaik.
Setelah itu beliau pun keluar menuju musholla (kawasan lapang tempat solat ‘Ied). Apabila telah selesai solat bersama imam, beliau pun pulang.”
(Syarh As-Sunnah, 4/302)

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu 'Ady dan Yahya bin Sa'id dari Syu'bah dari Ibrahim bin Muhammad bin Al Muntasyir dari bapaknya berkata: Aku menceritakan tentang (perkataan Ibnu 'Abbas) kepada 'Aisyah, maka jawabnya: Semoga Allah merahmati Abu 'Abdurrahman. Sungguh aku pernah memakaikan wewangian kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kemudian Beliau mendatangi isteri-isterinya.
Dan pada pagi harinya Beliau mengenakan pakaian ihram dalam keadaan wangi semerbak. (Shahih Al-Bukhari, no. 259)

  • Parfum Bagi Perempuan

Dari Abu Musa Al Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ

“Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang pelacur.” (HR. An Nasa’i no. 5129, Abu Daud no. 4173, Tirmidzi no. 2786 dan Ahmad 4: 414. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Sanad hadits ini hasan kata Al Hafizh Abu Thohir)

Maksud dari hadits ancaman bagi perempuan yang memakai parfum adalah parfum untuk keluar rumah dan laki-laki bisa mencium wanginya dan bisa membangkitkan syahwat laki-laki.

Syaikh Abu Malik berkata bahwa sebab wanita mengenakan wewangian itu sangat jelas karena dapat membangkitkan syahwat para pria yang mencium baunya. Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 3: 35.

Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan, “Dianalogikan dengan minyak wangi (yang terlarang dipakai oleh muslimah ketika hendak keluar rumah) segala hal yang semisal dengan minyak wangi (sabun wangi dan lain-lain, pent.) karena penyebab dilarangnya wanita memakai minyak wangi adalah adanya sesuatu yang menggerakkan dan membangkitkan syahwat.” (Fathul Bari, 2: 349)

Al Haitsami dalam Az Zawajir (2: 37) berkata bahwa keluarnya wanita dari rumahnya dengan mengenakan wewangian sambil berhias diri termasuk dosa besar, meskipun suami mengizinkannya berpenampilan seperti itu.

Itulah larangan ketika keluar rumah bagi wanita. Sedangkan di dalam rumahnya, di hadapan suaminya terutama, berbau wangi malah dianjurkan. Karena setiap wanita yang menyenangkan hati suami dipuji dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,

قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ

Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci” (HR. An-Nasai no. 3231 dan Ahmad 2: 251.

Berbeda halnya jika istri senangnya berbau kecut dan membuat suami tidak betah di rumah. Namun para wanita saat ini berpenampilan sebaliknya. Ketika di luar rumah, mereka berpenampilan ‘waah’. Di dalam rumah, berpenampilan seperti tentara, berbau kecut atau berbau asap. Sungguh jauh dari wanita yang terpuji.

Bukan berarti perempuan tidak boleh memakai wewangian sama sekali atau dibiarkan berbau tak sedap. Perhatikan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut..

“Wewangian seorang laki-laki adalah yang tidak jelas warnanya tapi tampak bau harumnya. Sedangkan wewangian perempuan adalah yang warnanya jelas namun baunya tidak begitu nampak.”
(HR. Baihaqi dalam Syu’abul Iman, no.7564; hadits hasan. Lihat: Fiqh Sunnah lin Nisa’, hlm. 387)

Oleh karena itu, jika parfum dengan wangi sedikit/samar atau untuk sekadar menetralkan bau, (misalnya: deodoran), maka boleh. Selain itu, jika untuk suami, silakan berwangi seharum mungkin.

Demikian pembahasan seputar parfum bagi laki-laki dan perempuan dalam islam. Semoga pelajaran ini bermanfaat bagi kita sekalian. Wallahu a’lam bish showab.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Polemik Parfum Beralkohol

Bolehkah kita menggunakan parfum beralkohol ?

Parfum adalah campuran minyak esensial dan senyawa aroma (aroma compound), fiksatif, dan pelarut yang digunakan untuk memberikan bau wangi untuk tubuh manusia, obyek, atau ruangan. Jumlah dan tipe pelarut yang bercampur dengan minyak wangi menentukan apakah suatu parfum dianggap sebagai ekstrak parfum, Eau de parfum, Eau de toilette, atau Eau de Cologne.

Pelarut Parfum

Sebagaimana sumber terpercaya yang kami peroleh dari Wikipedia[1], terdapat info sebagai berikut:

“Minyak wangi biasanya dilarutkan dengan menggunakan solvent  (pelarut), namun selamanya tidak demikian dan jika dikatakan harus dalam solvent ini pun masih diperbincangkan. Sejauh ini solvent yang paling sering digunakan untuk minyak wangi adalah etanol atau campuran antara etanol dan air. Minyak wangi juga bisa dilarutkan dalam minyak yang sifatnya netral seperti dalam fraksi minyak kelapa, atau dalam larutan lak (lilin) seperti dalam minyak jojoba (salah satu jenis tanaman, pen).”

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa sebagian parfum ada yang menggunakan solvent (pelarut) dari alkohol atau campuran antara alkohol dan air.

Alkohol Sebagai Solvent (Pelarut) pada Parfum Bukanlah Khomr

Mungkin ini yang sering kurang dipahami oleh sebagian orang yang menghukumi haramnya parfum beralkohol. Mereka mengira bahwa alkohol yang terdapat dalam parfum adalah khomr.

Perlu kita ketahui terlebih dahulu, khomr adalah segala sesuatu yang memabukkan. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ

Setiap yang memabukkan adalah khomr. Setiap yang memabukkan pastilah haram.”[2]

Yang jadi illah (sebab) pengharaman khomr adalah karena memabukkan. Perhatikan perkataan Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsamin berikut.

“Khomr diharamkan karena illah (sebab pelarangan) yang ada di dalamnya yaitu karena memabukkan. Jika illah tersebut hilang, maka pengharamannya pun hilang. Karena sesuai kaedah “al hukmu yaduuru ma’a illatihi wujudan wa ‘adaman (hukum itu ada dilihat dari ada atau tidak adanya illah)”. Illah dalam pengharaman khomr adalah memabukkan dan illah ini berasal dari Al Qur’an, As Sunnah dan ijma’ (kesepakatan ulama kaum muslimin).”[3]

Inilah sebab pengharaman khomr yaitu karena memabukkan. Oleh karenanya, tidak tepat jika dikatakan bahwa khomr itu diharamkan karena alkohol yang terkandung di dalamnya. Walaupun kami akui bahwa yang jadi patokan dalam menilai keras atau tidaknya minuman keras adalah karena alkohol di dalamnya. Namun ingat, alkohol bukan satu-satunya zat yang dapat menimbulkan efek memabukkan, masih ada zat lainnya dalam minuman keras yang juga sifatnya sama-sama toksik (beracun). Dan sekali lagi kami katakan bahwa Al Qur’an dan Al Hadits sama sekali tidak pernah mengharamkan alkohol, namun yang dilarang adalah khomr yaitu segala sesuatu yang memabukkan.

Lalu kita kembali pada point yang kami ingin utarakan. Perlu kiranya kita ketahui bersama bahwa alkohol (etanol) yang bertindak sebagai solvent (pelarut) dalam parfum bukanlah khomr. Maksudnya, yang menjadi solvent (pelarut) di situ bukanlah wiski, vodka, rhum atau minuman keras lainnya. Tidak ada pembuat parfum beralkohol yang menyatakan demikian. Namun yang menjadi solvent boleh jadi adalah etanol murni atau etanol yang bercampur dengan air. Dan ingat, etanol di sini bukanlah khomr. Dari pengamatan di sini saja, kenapa parfum beralkohol mesti diharamkan, yang nyata-nyata kita saksikan bahwa campurannya saja bukan khomr?

Pernyataan kami di atas bukan berdasar dari logika keilmuan kami semata, namun LP POM MUI[4] pun menyatakan demikian. Berikut kami cuplik sebagian perkataan mereka.

“Alkohol yang dimaksud dalam parfum adalah etanol . Menurut fatwa MUI, etanol yang merupakan senyawa murni -bukan berasal dari industri minuman beralkohol (khamr)- sifatnya tidak najis. Hal ini berbeda dengan khamr yang bersifat najis[5]. Oleh karena itu, etanol tersebut boleh dijual sebagai pelarut parfum, yang notabene memang dipakai di luar (tidak dimasukkan ke dalam tubuh).” [REPUBLIKA – Jumat, 30 September 2005[6]. Perhatikan baik-baik kalimat yang kami garis bawahi.

Taruhlah kita mengangap bahwa khomr adalah najis sebagaimana pendapat mayoritas ulama. Tetap kita katakan bahwa parfum beralkohol hukum asalnya adalah halal karena campurannya saja bukan khomr, lantas mengapa dianggap haram?

Etanol adalah Zat yang Suci

Pembahasan ini bukanlah memaksudkan pada pembahasan minuman keras. Minuman keras sudah diketahui haramnya karena termasuk khomr. Yang kita bahas adalah mengenai apa hukum dari etanol (C2H5OH), apakah suci dan halal?

Kami ilustrasikan sebagai berikut.

Air kadang bercampur dengan zat lainnya. Kadang air berada di minuman yang halal. Kadang pula air berada pada minuman yang haram (semacam dalam miras). Namun bagaimanakah sebenarnya status air itu sendiri sebagai zat yang berdiri sendiri, tanpa bercampur dengan zat lainnya? Apakah halal? Jawabannya, halal. Karena kita kembali ke hukum asal segala sesuatu adalah halal[7]. Dasarnya adalah firman Allah,

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al Baqarah: 29)

قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ

Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?” (QS. Al A’rof: 32)

Air ini bisa menjadi haram jika ia sudah berupa campuran, namun yang ditinjau adalah campurannya dan bukan lagi airnya. Misalnya air yang terdapat dalam miras. Pada saat ini, air sudah bercampur dan menjadi satu dengan miras. Dan miras dihukumi haram, termasuk pula air di dalamnya.

Sama halnya kita terapkan untuk etanol. Etanol kadang bercampur dan jadi satu dengan minuman keras. Kadang pula etanol berada dalam cairan etanol yang bercampur dengan air. Bagaimanakah hukum asal etanol ketika berdiri sendiri dan belum bercampur atau menyatu dengan zat lain? Jawabannya, sama dengan air di atas. Kita kembali ke hukum asal bahwa segala sesuatu itu halal. Termasuk juga etanol ketika ia berdiri sendiri.

Nanti masalahnya berbeda ketika etanol tadi bercampur dan menyatu dengan miras. Ketika itu etanol juga bercampur dengan zat asetanilda, propanol, butanol, dan metanol yang kebanyakan bersifat toksik (racun). Pada saat ini, campurannya dihukumi haram karena sifatnya memabukkan, termasuk pula etanol di dalamnya.

Namun bagaimana jika etanol hanya bercampur dengan air. Apakah dihukumi haram? Jawabnya, kembali ke hukum asal yaitu halal. Pada saat ini pula etanol bukan lagi memabukkan. Namun asal etanol memang toksik (beracun) dan tidak bisa dikonsumsi. Jika etanol hanya bercampur dengan air, lalu dikonsumsi, maka cuma ada dua kemungkinan bila dikonsumsi, yaitu sakit perut atau mati.

Intinya, ada beberapa point yang bisa kita simpulkan:

  1. Hukum asal etanol jika ia berdiri sendiri dan tidak bercampur dengan zat lain adalah halal.
  2. Etanol bisa berubah statusnya jadi haram jika ia menyatu dengan minuman yang haram seperti miras.
  3. Etanol ketika berada dalam miras, yang dihukumi adalah campuran mirasnya dan bukan etanolnya lagi.

Jika melihat etanol (alkohol) yang ada dalam parfum, maka kita dapat katakan bahwa yang jadi solvent (pelarut) dalam parfum tersebut adalah etanol yang suci, lantas mengapa mesti dipermasalahkan? Karena ingat sekali lagi, campuran dalam parfum di sini bukanlah khomr, namun etanol yang statusnya suci. Semoga Allah beri kepahaman.

Jika Kita Menganggap Campuran Parfum adalah Khomr

Ini sebenarnya pernyataan yang kurang tepat sebagaimana yang telah kami jelaskan di atas. Namun taruhlah jika kita masih meyakini bahwa parfum alkohol memakai campuran khomr, lalu dari segi mana parfum tersebut boleh digunakan?

Jawabannya, kita kembali pada pembahasan apakah khomr itu najis ataukah tidak. Sebagaimana yang telah kami utarakan bahwa khomr itu haram namun tidak najis. Di antara alasannya:

Pertama: Tidak ada dalil tegas yang menyatakan khomr itu najis.

Kedua: Terdapat dalil yang menyatakan khomr itu suci. Sebagaimana hal ini dapat kita lihat pada hadits dari Anas bin Malik tentang kisah pengharaman khomr. Pada saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru dengan berkata, “Ketahuilah, khomr telah diharamkan.”[8] Dalam hadits tersebut disebutkan bahwa ketika bejana-bejana khomr pun dihancurkan dan penuhlah jalan-jalan kota Madinah dengan khomr. Padahal ketika itu orang-orang pasti ingin melewati jalan tersebut. Jika khomr najis, maka pasti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menyuruh membersihkannya sebagaimana beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintakan untuk membersihkan kencing orang Badui di masjid. Jika khomr najis tentu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membiarkan orang-orang membuangnya di jalan begitu saja.

Ketiga: Hukum asal segala sesuatu adalah suci.

Jika sudah jelas zat khomr itu suci dan tidak najis, maka tidak menjadi masalah dengan parfum beralkohol. Namun perlu diketahui bahwa ulama yang menyatakan khomr itu suci, mengenai hukum parfum beralkohol ada beberapa pendapat di antara mereka, yaitu sebagai berikut:

  1. Dibolehkan jika alkohol dalam parfum itu sedikit.[9]
  2. Tidak dibolehkan karena kita diperintahkan menghancurkan khomr sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits. Jika diperintahkan dihancurkan, maka mengapa malah digunakan untuk parfum? Tentu saja tidak boleh menggunakannya.[10]

Namun jika kita melihat penjelasan di awal tadi, dua pendapat ini kami nilai kurang tepat karena salah dalam memahami istilah alkohol dalam parfum. Sebagaimana telah dikemukakan, solvent (pelarut) yang digunakan dalam parfum beralkohol bukanlah khomr namun etanol atau campuran antara etanol dan air. Lantas mengapa mesti dipermasalahkan?

Kesimpulan

Hukum asal menggunakan parfum beralkohol adalah boleh, mengingat status alkohol (etanol) yang suci yang bercampur dalam parfum tersebut, kecuali bila ada campuran zat najis lainnya dalam parfum tersebut[11].

Catatan penting:

Untuk wanita, diperbolehkan menggunakan wewangian hanya di rumah. Di antara alasannya adalah riwayat berikut:

Dari Abu Musa Al Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ

Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang pelacur.” (HR. An Nasai, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Shahih)

Demikian pembahasan kami mengenai parfum beralkohol. Semoga bisa menjawab polemik yang ada yang beredar di tengah-tengah kaum muslimin. Semoga pelajaran ini bermanfaat bagi kita sekalian. Wallahu a’lam bish showab.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal (Alumni Teknik Kimia UGM)

Artikel https://rumaysho.com

Diselesaikan di Panggang-Gunung Kidul, selepas shalat Isya, 15 Shofar 1431 H


[1] Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Perfume

[2] HR. Muslim no. 2003, dari Ibnu ‘Umar.

[3] Majmu’ Fatawa wa Rosa-il Ibnu ‘Utsaimin, 11/195, Asy Syamilah

[4] Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia atau yang disingkat LPPOM MUI adalah lembaga yang bertugas untuk meneliti, mengkaji, menganalisa dan memutuskan apakah produk-produk baik pangan dan turunannya, obat-obatan dan kosmetika apakah aman dikonsumsi baik dari sisi kesehatan dan dari sisi agama Islam yakni halal atau boleh dan baik untuk dikonsumsi bagi umat Muslim khususnya di wilayah Indonesia, selain itu memberikan rekomendasi, merumuskan ketentuan dan bimbingan kepada masyarakat.

[5] Mengenai pendapat yang menyatakan bahwa khomr itu najis adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama dan telah kami sanggah dalam pembahasan tersendiri.

[6] Sumber: http;//www.republika.co.id/print20898

[7] Kaedah “Hukum asal segala sesuatu adalah halal” merupakan kaedah yang tidak disepakati oleh para ulama, namun merupakan kaedah yang diterapkan mayoritas ulama. Lihat Al Wajiz fii Iidhohi Qowa’idil Fiqhi Al Kulliyah, Syaikh Dr. Muhammad Shidqi bin Ahmad Al Burnu, hal. 191, Muassasah Ar Risalah, cetakan kelima, tahun 1422 H.

[8] HR. Bukhari 2464 dan Muslim 1980, dari Anas.

[9] Lihat pendapat Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsamin dalam Liqo’at Al Bab Al Maftuh, kaset no. 60, pertanyaan ke-17, Asy Syamilah

[10] Lihat Fatawa Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta’, Soal kedua, Fatawa no. 3426, 22/145.

[11] Ini adalah tambahan dari LP POM MUI: “Walaupun demikian, selain etanol, perlu diperhatikan pula kemungkinan-kemungkinan digunakannya bahan najis lain pada pembuatan parfum tersebut. Bahan tersebut dapat berupa turunan hewani atau pun penggunaan bahan lain yang tidak halal dalam proses pembuatannya. Seperti kemungkinan penggunaan lemak hewan dalam proses enfleurasi (proses penyerapan aroma bunga). Bahan-bahan ini harganya mahal dan biasanya digunakan pada parfum yang mahal pula tentunya.”



Sumber https://rumaysho.com/822-polemik-parfum-beralkohol.html

Indahnya Saling Memberi Hadiah

 

Siapapun pasti tidak asing dengan kata "hadiah". Menurut istilah dalam madzhab syafii, hadiah didefinisikan sebagai pemberian suatu benda tanpa adanya imbalan, yang disertai dengan memindahkan barang tersebut ke penerima hadiah sebagai bentuk penghormatan. Lalu bagaimana perasaanmu saat menerima hadiah atau saat memberikan hadiah pada seseorang? Tentu menyenangkan bukan? Salah satu kemuliaan ajaran agama Islam adalah anjuran untuk saling memberikan hadiah. Diriwayatkan dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

"Saling Memberi hadiahlah maka kalian akan saling mencintai." (HR. Bukhari)

Sebagaimana dikatakan dalam hadits tersebut, saling memberikan hadiah akan menimbulkan rasa kasih sayang, kepedulian dan empati pada sesama. Hal ini tentunya juga akan semakin memperkuat rasa persaudaraan (ukhuwah).

Dalam memberi hadiah, tidak diperkenankan bagi kita untuk mengharap balasan, apalagi mengungkit-ungkit hadiah yang telah kita beri. Selain itu beberapa jenis hadiah yang ditujukan sebagai sogokan atau tips (bagi seseorang yang sudah diberi gaji dari tugasnya seperti pada pegawai negeri atau pejabat) tidak diperbolehkan dalam Islam. Sebagaimana dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

"Hadiah bagi pejabat (pekerja) adalah ghulul (khianat)." (HR. Ahmad)

Kemudian ada pula beberapa hadiah yang tidak boleh ditolak, salah satunya adalah minyak wangi/parfum. Sebagaimana disebutkan dalam hadits:

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia menyatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menolak jika diberi hadiah minyak wangi. (HR. Bukhari, no. 2582)

Disebutkan pula dalam hadits berikut:

"Tiga hal yang tidak boleh ditolak jika diberi: bantal, minyak wangi, dan susu." (HR. At Tirmidzi, no. 2734)

Tidak peduli besar kecilnya nilai dari hadiah yang diberikan, hendaknya kita menerimanya dengan senang hati. Dan hendaknya kita membalas hadiah yang kita terima, jika tidak bisa maka hendaknya mendoakan orang yang memberikan hadiah tersebut. Dalam sebuah hadits disebutkan:

"Siapa yang memberikan kebaikan untuk kalian, maka balaslah. Jika engkau tidak mampu membalasnya, doakanlah ia sampai-sampai engkau yakin telah benar-benar membalasnya." (HR. Abu Daud, no. 1672)

Dari Usamah bin Zaid, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

"Siapa yang diberikan kebaikan, lalu ia katakan kepada orang yang memberikan kebaikan tersebut, "Jazakallah khoiron (semoga Allah membalas dengan kebaikan)", seperti itu sudah sangat baik dalam memuji." (HR. Tirmidzi, no. 2035)

Demikian pembahasan seputar saling memeberi hadiah dalam islam. Semoga pelajaran ini bermanfaat bagi kita sekalian. Wallahu a’lam bish showab.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Parfum Kebutuhan atau Gaya Hidup ?

Parfum Kebutuhan atau Gaya Hidup ?

Bagi sebagian orang menggunakan parfum adalah suatu kebutuhan pokok yang tidak bisa lepas dari nya dalam menjalani rutinitas sehari-hari, tapi bagi sebagian lainnya menganggap parfum bukanlah suatu kebutuhan, namun hanya sekedar gaya hidup. Lantas sebenarnya parfum adalah sebuah kebutuhan pokok atau hanya sekedar gaya hidup ya? Sebelumnya kita harus pahami terlebih dahulu, apa sih yang dimaksud dengan kebutuhan dan gaya hidup?

Dilansir dari situs Wikipedia (2020), kebutuhan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan manusia untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya secara alamiah melalui pencapaian kesejahteraan. Setiap manusia memiliki kebutuhan yang berbeda-beda dan dipengaruhi oleh keadaan alam, agama, adat, dan peradaban. Sifat dari kebutuhan adalah tidak terbatas, meningkat dan selalu berubah.

Lalu apa yang dimaksud dengan gaya hidup? Menurut Kotler (2002:192) gaya hidup adalah pola hidup seseorang yang ditunjukkan dalam aktivitas, minat dan opini khususnya yang berkaitan dengan citra diri untuk merefleksikan status sosialnya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Jadi kebutuhan dan gaya hidup sebenarnya adalah dua hal yang berbeda, namun saling berkaitan erat. Kebutuhan itu sendiri bisa disesuaikan dengan pendapatan, jenis pekerjaan, dan gaya hidup.

Selama ini sebagian orang menganggap parfum sebagai barang mewah, bukan kebutuhan. Namun bagi sebagian orang lainnya menganggap parfum sebagai salah satu kebutuhan pokok, dimana parfum digunakan setiap hari, atau bahkan setiap beberapa jam sekali untuk menunjang penampilan dan menjaga rasa percaya diri.

Tidak salah jika menjadikan parfum sebagai salah satu dari kebutuhan hidup. Namun dalam pemenuhannya tentu harus menyesuaikan dengan pendapatan yang dimiliki agar tidak terjebak dalam gaya hidup konsumtif. Saat ini di pasaran sudah banyak beredar parfum dengan beragam varian dan harga yang bisa kamu sesuaikan dengan kemampuanmu. Tidak perlu memaksakan diri untuk membeli parfum dengan harga jutaan jika kemampuan finansialmu belum mencukupi untuk itu. Parfum yang cukup berkualitas dengan harga yang ekonomis saat ini tidaklah sulit untuk didapatkan. Let's be a smart buyer.

Referensi:
[1] Kotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran, Jilid 1, Edisi Milenium. Jakarta: Prehallindo.

[2] Wikipedia. "Kebutuhan", https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kebutuhan, diakses pada 21 Maret 2022 pukul 18.19.